Advertisemen
4) Musyawarah, Siapa Yang Turun Ke
Bumi
Guru
Risellek beserta istri dan rombongan melangkah menunju ke istana Patotoe.
Setelah tiba, mereka iangsung memasuki pekarangan istana dan langsung dijemput
oleh ribuan dayang-dayang sambil memegang talam emas berisi bertih. Ketika Guru
Risellek dan rombongan tiba di depan ‘tangga istana, mereka berhenti sejenak.
Pada saat itu, datanglah seluruh penjemput tamu menaburi bertih sebagai tanda
penghormatan "tuhan penentu nasib" sekeluarga. (bukan Allah Swt.,
melainkan dewa yang dipertuhankan, Editor.)
Para
pengawal istana kemudian menghadap seraya menyembah kepada Guru Risellek.
Menghadaplah bangsawan dari Abang kepada Guru Risellek menyampaikan bahwa
kakandanya, yaitu Patotoe beserta istri menghendaki agar mereka naik ke istana
Sao Kuta Pareppae. Dengan malas Sinauk Toja membuka mulut kemudian berkata,
"Tidak pantas perbuatan yang dilakukan oleh Orang Sunra pengawal istana
kepadanya." Ia juga menggerutu, "Seharusnya sedari tadi kami
beristirahat di balairung kakanda, tetapi karena perlakuan penjaga tersebut
akhirnya baru bisa sampai di istana Patotoe.”
Setelah
mendengar perihal kekesalan Guru Riselk beserta rombongannya, maka berpalinglah
bangsawan Orang Abang menunjuki penjaga pagar istana petir. Sambil penjemput
tamu itu, berkatalah kepada para penjaga pagar, "Bersedialah engkau
dihukum di bawah pohon asam atas keangkuhanmu." Setelah itu, melangkahlah
Sinauk Toja dan Guru Risellek, raja Peretiwi, menyusuri tangga istana
halilintar bersama dengan rombongan. Bertih keemasan bertaburan di sana-sini
sebagai tanda penyambutan. Guru Risellek beserta istri dan rombongan
menginjakkan kaki di tangga, kemudian naik berpegang pada susuran dan
melangkahi ambang pintu. Guru Risellek terus melangkah masuk ke istana dengan
menyusuri lantai papan guruh.
Di
suatu ruang tamu istana, di sanalah didapati sedang duduk bersimpuh berhimpitan
para bangsawan Abang. Mereka lalu membukakan jalan untuk dilewati oleh raja
dari Peretiwi dengan terlebih dahulu harus menyusuri dua ratus lima puluh petak
istana Sao Kuta untuk sampai ke bilik peristirahatan saudaranya. Guru Risellek
beserta rombongan dari peretiwi dengan senang hati menyusuri bilik demi bilik
dalam istana keagungan itu.
Setelah
tiba di ruang peristirahatan Patotoe, dengan penuh rasa haru dan suka cita,
Guru Risellek berdiri termenung lalu memandang ke sekeliling ruang dan
menyaksikan sepupu sekali dan kemanakannya duduk berdampingan. Bagaikan
halilintar buara teriakan Sinrang Mpatara beserta rombongan hingga memekakkan
telinga. Di bagian utara bilik itu, dilihatnya kursi kerajaan istana yang
diduduki To Palanroe. Ketika Guru Risellek melihat saudaranya perasaannya
teramat senang. la bagaikan sedang menikmati madu rasa hatinya penguasa Lapik
Tana memandang saudaranya.
Dalam
suasana yang menyenangkan dan penuh haru itu, kedua kakak beradik yang
didewakan saling bertegur sapa dengan penuh kemesraan di atas peterana guruh.
Sembari menengadah, Patotoe mempersilakan Guru Risellek, To Akkarodda, dan
Sinauk Toja. duduk di kursi kerajaan. Guru Risellek bersama dengan rombongan
kemudian duduk di atas kursi kerajaan berdampingan dengan kakaknya, To
Palanroe.
Setelah
semuanya duduk di tempat yang telah disediakan, maka To Palanroe bersama dengan
istrinya berkata kepada paduka adinda dan semua sepupu yang diundang ke
Kerajaan Langit, "Aku ingin meminta pendapat mereka perihal keinginanku
menempatkan atau mengirim keturunan sebagai penguasa di Bumi Patotoe
menyampaikan hal ini kepada adik serta para sepupunya sebagai tanda penghargaan
kepada mereka.
Patotoe
juga menyampaikan kepada adiknya, "Bumi tidak boleh kosong karena kita
bukanlah Dewata kalau tidak ada penghuni Bumi menyembah kepada Batara Patotoe
kemudian menyampaikan, "Nanti setelah kita sepakat bersaudara bersama
dengan sepupu sekali, barulah kita menempatkan keturunan masing-masing di
Bumi." Serentak menjawab seluruh bangsawan tinggi, "Sekiranya Sang
Batara menghendaki demikian, maka tentulah seluruh keluarga akan merestuinya.
Apalagi keinginan tersebut disampaikan dengan hormat, meskipun sesungguhnya
mereka adik."
Guru
Risellek menyampaikan kepada kakaknya, "Saya menganggap ide yang baik bila
berkeinginan menempatkan turunan masing-masing di kolong langit dengan menjelma
sebagai manusia biasa." Guru Risellek juga menyampaikan kepada Patotoe,
"Mengapa hanya anak kakandalah seorang yang diturunkan, sedangkan
keturunan kami tidak kakanda pertimbangkan nasibnya." Setelah mendengar
perkataan adiknya, maka Patotoe lalu bertanya, "Beraoa orang sebenarnya
anak adinda?" Setelah mendengar pertanyaan‘ kakaknya, maka Guru Risellek
menjawab "Ada sembilan orang anaknya, dan semuanya telah dipersiapkan
untuk menduduki tahta kerajaanku masing-masing di Kerajaan Bumi Bawah
(Peretiwi).
Setelah
menjelaskan perihal anaknya, Guru Risellek pun balik bertanya kepada kakaknya
perihal anak-anak kakaknya. Patotoe pun menjelaskan kepada Guru Risellek,
"Anakku juga sembilan orang dan kesemuanya telah kupersiapkan untuk
menduduki tahta kerajaanku masing- masing di Boting Langi. Dengan demikian, tidak ada masalah menyangkut warisan
kerajaan sebab semuanya mempunyai kesempatan yang sama."Patotoe
bermusyawarah dengan alot bersama dengan istrinya perihal siapa gerangan di
antara anaknya yang cocok diturunkan ke Bumi menjadi penguasa. Setelah
pembicaraan Patotoe bersama dengan istrinya
mengalami jalan buntu akibat kesulitan menentukan pilihan, hampir
sepetanak nasi lamanya To Palanroe duduk melayangkan pikiran kian kemari dengan
perasaan yang kuat. Lama berselang, barulah Patotoe menoleh sembari berkata,
"Biarlah kita turunkan Batara Guru, anak sulung kita, ke permukaan Bumi,
wahai adinda Ratu Palinge."
Advertisemen