Advertisemen
Sejarah
Singkat To Manurung Hingga Lahirnya La Galigo
Tentu
akan ada banyak persepsi yang akan hadir dan ada banyak referensi mengenai
orang pertama yang turun kebumi atau dalam bahasa bugis dikenal dengan To
Manurung. Tapi setelah melihat dan mengamati setiap gambar ilustrasi di museum
Rotterdam maka kami sedikit akan mengulas beberapa tahap yang nantinya akan
menjawab rasa penasaranmu. Untuk itu simak ulasan berikut:
-
Batara Guru Di Boting Langi
Datu
Patoto memanggil ke-9 anaknya dan mengadakan musyawarah siapa diantara ke-9
anaknya yang akan terpilih turun kebumi yang masih kosong dan disepakati Batara
Guru yang akan turun sebagai To Manurung. Selengkapnya; Silsilah Batara Guru Dan Awal To Manurung
-
Turunnya Batara Guru Ke Bumi
Batara
Guru (To Manurung) turun ke bumi beserta tiga orang perempuan yang kelak akan
menjadi selirnya. Diturunkan pula Inang Pengasuh dan tujuh Oro (Orang yang berkulit hitam legam) beserta
kapaknya, istana yang lengkap dengan peralatannya serta para pelayan. Batara
Guru mempunyai permaisuri bernama We Nyilik Timo dan anak yang bernama Batara
Lettu atau lengkapnya Batara Lettu Ri Ale Luwu I Latiwuleng Ri Watampone.
Batara Lettu menjadi pemuda yang gagah perkasa bertemu dengan seorang gadis
cantik yang bernama We Datu Sengngeng yang tidak lain adalah anak dari
Manurungngi di Tompo Tikka Larumpessi dan We Padalung. Selengkapnya; Kala Batara Guru Turun Ke Bumi
-
Lahirnya Sawerigading Dan Jatuh Cinta
Pada Kembarnya
Perkawinan
Batara Lettu dan We Datu Sengngeng dikaruniai sepasang anak kembar emas
laki-laki dan perempuan, mereka diberi nama Sawerigading dan We Tenri Abeng.
Singkat cerita Sawerigading jatuh cinta pada saudara kembarnya yang merupakan
pantangan tanah dan sumber malapetaka kerajaan. Oleh sebab itu, We Tendri Abeng
membujuk kakaknya untuk pergi Ketanah Cina. Disana ada seorang Gadis bangsawan
bernama We Cudai yang mirip dengannya untuk dijadikan permaisuri. Untuk
meyakinkan saudara kembarnya We Tenri Abeng membekalinya dengan gelang dan
cincin. Selengkapnya; Sawerigading Dan Perjalanan Cinta-nya
-
Penebangan Pohon Welenrang
Sawerigading
dan rombongan menuju hutan Mangkutu untuk menebang pohon Welenrang dengan
menggunakan kapak sakti (Kapak Manurung) yang dikirim We Tenri Abeng dari
Boting Langi. Namun sebelum ditebang, para dukun terlebih dahulu mengadakan
ritual air suci dipercikkan. Obor dinyalakan, aneka ragam aneka macam
bunyi-bunyian dimainkan mengiringi do’a dan mantra dalam prosesi penebangan
pohon Welenrang. Akhirnya jadilah perahu yang diberi nama La Wenrange yang digunakan
Sawerigading berlayar ke China untuk melamar We Cudai.
-
Pernikahan Sawerigading Dan We Cudai
Setibanya
rombongan Sawerigading di China, diutuslah La Pananrang dan La Masugi pergi
melamar We Cudai. Akhirnya lamaranpun diterima dengan beberapa persyaratan.
Mendengar lamarannya diterima, Sawerigading berpestapora di tepi pantai. Namun
sayang, belum juga pernikahan diadakan, We Cudai membatalkan lamaran dan
mengembalikan semua mahar, Sawerigading sangat marah. Peperangan tak dapat
dihindarkan. Saudara laki-laki We Cudai tewas. Semuanya kerajaan China dibumi
hanguskan, akhirnya Ayahanda We Cudai, La Sattupongi menyerah tanpa syarat. Selengkapnya; Ketika Tetesan Dewa Jatuh Cinta
-
Upacara Perkawinan We Tenribali
Upacara
perkawinan We Tenribali di Senrijawa sangat meriah dihadiri oleh dewa-dewi
Boting Langi dan Pertiwi serta Raja-raja besar dari permukaan bumi. Upacara
tersebut diramaikan dengan sabung ayam dan upacara kehiyangan yang diadakan
oleh Bissu. Dalam upacara yang ramai itu, terdapat permasalahan dimana We
Tenribali meminta pendamping Juru’nya harus aneka macam dari Boting Langi yang
dipasangkan sendiri oleh Opunna Ware, maka I La Jiwiru (suami We Tenri Abeng)
yang ada di Boting Langi menyuruh manyiapkan tempat upacara perbissuan dengan
mengorbankan kerbau dan binatang lainnya sebelum ayam remaja bermata cermin
yang ada di Boting Langi diturunkan ke bumi untuk dijadikan pelengkap upacara
“Juru” emas dari langit.
-
Lahirnya I Lagaligo
Sawerigading
berangkat ke Boting Langi mengadukan masalahnya pada We Tenri Abeng adiknya. We
Tenri Abeng mengirim angin dan 2 ekor kucing yang bernama Miko-Miko dan
meompalo untuk menuntun Sawerigading ke dalam bilik We Cudai. Tujuh malam
lamanya Sawerigading diantar oleh angin melaksanakan perkawinan angin (botting
ranering), tak lama kemudian hamillah We Cudai. Sawerigading memerintahkan La
Dunrung Sereng untuk mengambil Pao Jengki di pinggir langit, mengambil padi Ansana
di Boting Langi, nangka harum di Tompo Tikka, dll. Tak lama kemudian lahirlah I
Lagaligo. Selengkapnya; Hikayat I Lagaligo
-
Sawerigading dan I Lagaligo Ke Senrijawa
Sawerigading
dan I Lagaligo berlayar ke Senrijawa untuk menghadiri perkawinan We Tenribali,
sepupu I Lagaligo dan We Tenridio yang bergelar Batari Bissu. Puluhan ribu
pendamping Sawerigading dan I Lagaligo ditengah laut saling bersorak, mereka
menggunakan Kapal Walenreng. Dalam perjalanan ke Senrijawa mereka bertemu
rombongan La Palennareng sebagai pengganti Batara Lettu (orang tua
Sawerigading) yang tidak berkesempatan menghadiri pesta tersebut. Upacara pernikahan
We Tenribali sangat meria kurang lebih 300 anak arung memegang peralatan Bissu.
Berbagai upacara diadakan termasuk pesta sabung ayam.
-
I Lagaligo Pertama Kali Ke Luu’ (Luwu)
I
Lagaligo mempunyai adik bernama We Tenridio dan We Tenri Balobo (saudara seibu
dan sebapak dari perkawinan Sawerigading dengan I We Cudai), We Tenriawaru
(saudara sebapak dari perkawinan Sawerigading dengan We Cimpau), We Tenridio
sakit, selama 3 tahun tidak dapat berbicara, matanya tidak dapat terpejam dan
tidak makan. Sawerigading merasa iba terhadap putrinya dan bertanya dalam hati
perihal apa yang telah dilalaikannya kepada dewa. Akhirnya, Sawerigading
mengutus Saupauba dan We Tenritakke untuk menemui Bissu-bissu agung Da Punta
Sereng dan We Palaguna. Dua hari kemudian datanglah Bissu Agung ke Istana
Latanete untuk mengobati We Tenridio. Da Punta Sereng dalam keadaan tidur naik
kekayangan bertemu We Tenri Abeng dan memohon pertolongannya. Sekembalinya ke bumi,
ia bertemu dengan We Cudai dan menyampaikan bahwa para dewa meminta sebuah
gendang, sejumlah alat musik dan tongkat Bissu (untuk We Tenridio) apabila
tidak dipenuhi tuntutan tersebut, akan terjadi hal yang tidak mengenakkan dan
akan berlanjut lama. Kemungkinan akan datang raja menghancurkan China. Tiga hari
tiga malam Sawerigading tidak beranjak dari peraduannya memikirkan bagaimana
mendapatkan peralatan Bissu saudaranya (We Tenri Abeng) yang ada di Luu’. I
Lagaligo mendengar ayahandanya bersedih dan tidak makan memikirkan tuntutan
para dewa maka ia berencana berlayar ke Luu’ mengambil perlengkapan Bissu itu. Sumber; Museum I Lagaligo Rotterdam. (Ishak Ashari)
Advertisemen