Advertisemen
Kala
Batara Guru Turun Ke Bumi
Lalu
Menjelma Menjadi Manusia
1) Bumi Kosong, Tiada Yang Menyembah
Batara
Pada
suatu waktu nan jauh di masa silam, ketika matahari mulai menerangi permukaan
Bumi Persada tercinta, sebuah peristiwa suci telah berlangsung di Kerajaan
Langit. Di Langit tertinggi, yaitu pada lapisan langit ke tujuh menurut
kepercayaan Bugis kuna, di sanaiah bertahta "sang tuhan penentu
nasib" (bukan Allah Swt., melainkan dewa yang dipertuhankan, Editor.)
bersama istri dan anak-anaknya.
Mereka
hidup bahagia dan tenteram sebagai penguasa Tunggal di Kerajaan Langit. Pada
suatu saat, ketika sang surya mulai menampakkan sinarnya, terbangunlah Patotoe
dari tidurnya di istana Sao Kuta Kerajaan Boting Langi. la lalu menghelak napas, meregangkan otot, sambil merasakan
kesegaran udara langit pagi itu.
Tidak
lama kemudian, Sang Dewata menoleh ke pekarangan istana seraya menyaksikan
latihan perang antara La Tau Pancek dengan La Tau Buleng. Saat memandang ke sekeliling
pekarangan istana kediamannya, dilihatnya pula gelanggang sabung ayam kosong
dan para penjaga ayam tidak ada di tempat. Seketika Patotoe marah seraya
bertanya, "Apa gerangan yang menyebabkan penjaga ayam sabungannya
meninggalkan tugasnya."
Saat
Patotoe sedang marah, para penjaga ayam itu pun sudah pulang dari
perjalanannya. la kemudian ditanya, "Dari mana kalian sehingga ayam
kesayanganku kautinggalkan begitu saja?" Seraya menyembah, Ruma Makkompong
dan Sangiang Mpajung bersaudara berkata, "Kami berkunjung ke kolom langit
di tepi Peretiwi. Juga mereka menurunkan topan dan mengadu petir." Juga
dilaporkan, "Pada saat turun ke Kerajaan Bumi tampak tidak ada nian
menyembah kepada Batara. Bumi kosong tidak berpenghuni sehingga tampak lengang."
Mereka
lalu menyarankan kepada "Tuhan penentu nasib" (bukan Allah Swt.,
melainkan dewa yang dipertuhankan, Editor.) Kiranya memikirkan bagaimana
sebaiknya mengisi Bumi. Ruma Makkompong juga menyampaikan kepada Patotoe,
"Alangkah baik sekiranya Dewata menurunkan seorang keturunan untuk
menjelma di muka Bumi." Lalu, menjawablah Sri Paduka Batara, "Biarlah
aku naik ke istana Sao Kuta Pareppae menyampaikan kepada Bunda La Rumpang
Megga, sebab atas izin Ratu Palingelah baru bisa ditempatkan keturunan di kolong
langit.
Seraya
mempertimbangkan laporan para pati pengawal, maka berangkatlah Patotoe naik ke
istana berselimutkan sarung kemilau. Kelihatan bagaikan bulan di langit sambil
diiringi oleh Raja dari Wawo Langi serta diramaikan oleh bangsawan dari Coppok
Meru. Patotoe menaiki tangga, melangkahi ambang pintu kemudian masuk melalui
sekat tengah menyusuri dua ratus lima puluh petak Istana Sao Kuta. Dalam
sekejap, sampailah la di hadapan Wanita belaiannya. Permaisuri yang setia
mendampingi baik dalam suka maupun duka.
Berkatalah
Patotoe kepada Sang Permaisuri, "Sebaiknya wahai adik Ratu Palinge kita
turunkan anak kita untuk berkuasa di Bumi agar tidak tetap kosong. Kita
bukanlah Dewata, wahai adinda, apabila tak seorang pun di kolong langit menyeru
tuan kepada Batara." Setelah mendengar perkataan suaminya, maka berkatalah
Ratu Palinge "Jika Engkau bermaksud menurunkan tunas ke Bumi, siapa
gerangSn yang berani membantah kehendakmu. Seluruh keluarga senantiasa menerima
keputusanmu sebab Engkaulah wahai kakanda yang dipertuan sedang lainnya
hamba."
Atas
kesepakatan Patotoe dengan istrinya, maka dikirimlah utusan ke Toddang Toja
untuk mengundang adiknya serta sanak saudara untuk berkumpul di Kerajaan
Langit. Belum selesai ucapan Patotoe, dicabutlah segera palang pintu Batara
langit lalu diturunkan pelangi tujuh warna disertai guntur sahut-menyahut.
Berbagai keperluan dipersiapkan oleh utusan kepercayaan Sang Dewata.
Selanjutnya; 2) Undangan Musyawarah Untuk Mengisi Bumi
Advertisemen