Advertisemen
6) Batara Guru Telah Tiba Di Bumi
Sudah
tidak mail lagi merapat ayunan petir yang ditempati pesawat bambu betung tempat
berbaring Batara Guru. Dalam waktu yang bersamaan, tiba-tiba guntur menggelegar
tujuh kali bagaikan hendak runtuh Boting Langi. Terasa bumi akan hancur. Saat
itulah ayunan petir Manurungnge mendarat di Bumi. Diturunkanlah pesawat bambu
betung tempat Batara Guru berbaring, dan selanjutnya dinaikkan kembali ayunan
petir ke Boting Langi. Kembali pulalah semua anak Dewata yang mengantarnya.
Keadaan saat itu sangat menyedihkan, apalagi setelah Batara Guru melihat alam
yang ditempati sudah bukan lagi kerajaan tempat ia dilahirkan. Suasana ini
lebih diperburuk lagi oleh kembalinya semua turunan Dewata lainnya ke Kerajaan
Langit.
Setelah
tiba kembali di Kerajaan Langit, tepat di Sao Kuta Pareppae, menangislah semua
anak Patotoe atau saudara Batara Guru setelah melihat ayunan petir Manurungnge
sudah dalam keadaan kosong. Berseru seraya menepuk dada Talaga Unruk dan Welong
Mpabarek. Mereka lalu bertanya kepada Sri Paduka, "Mengapa tidak
menurunkan kami ke Bumi supaya bisa sehidup semati dengan anak Dewata
kesayangannya." Tidak menyahut sepatah kata pun To Palanroe, sementara
Ratu Palinge hanya duduk termenung mencucurkan air mata kerinduan kepada
anaknya. la kelihatan pasrah merenungi nasib yang menimpa putra kesayangannya.
Gelisah
pulalah Sinauk Toja hendak turun kembali ke Toddang Toja. Lalu, mohon dirilah
Raja Peretiwi kepada kakaknya. Setelah To Palanroe- mengizinkannya, maka tidak
terasa olehnya Ratu Palinge sudah turun kembali ke Urik Liu di kerajaan Toddang
Toja. Setelah adiknya kembali ke Kerajaan Dunia Bawah, maka Patotoe bersama
dengan istri dan anak-anaknya kembali bersedih memikirkan putra sulungnya yang
telah berada di Bumi.
Pada
saat yang sama, serentak pulalah para undangan sepupu sekali dan kemanakan To
Palanroe kembali ke kerajaan dalam suasana sunyi di istana Sao Kuta. Kerajaan
Langit, semakin dalam kesedihannya. Batara Unruk dan Ratu Palinge mengenang
nasib putra kesayangannya yang telah jauh dari pangkuannya. Keadaan sekeliling
istana Sao Kuta Kerajaan Langit sepi. Para penghuni istana seakan-akan
kehilangan gairah hidup akibat ditinggalkan oleh Batara Guru Sang Manurung.
Sudah
tujuh hari tujuh malam Batara Guru berada di Bumi dalam keadaan yang amat
menyedihkan. Sejak itu pula, tidak pernah ada sesuatu pun yang lewat di
kerongkongannya. Ketika malam menjelang dini hari, berpalinglah Manurungnge
sambil menendang kain biru bertatahkan bulan sehingga terbelah pesawat bambu
betung tempatnya berbaring. Ketika fajar menyingsing di pagi hari, terbangunlah
Batara Guru. Matahari pun perlahan bergerak naik. Saat itulah Batara Guru
bangkit dari tidurnya. la lalu pergi berjalan-jalan ke hutan di pinggir sungai.
Perasaannya diliputi keraguan serta kepalanya seakan dipenuhi ribuan tanda
tanya.
Advertisemen