Kematianlah Yang Menjadi Pemisah Antara Aku Dan Rabb-ku -->
"membaca dan menulis adalah caraku untuk melupakan segala kecamukan kesedihan didalam hati"

Batara Guru Kembali Ke Bumi, Hidup Mandiri

Advertisemen


8)      Batara Guru Kembali Ke Bumi, Hidup Mandiri

Setelah Batara Guru memohon pamit kepada calon mertuanya, maka berpalinglah Sinauk Toja seraya berpesan, "Wahai kemanakanku. Tetaplah tabah menghadapi setiap cobaan yang menimpamu selama berada di pusat Bumi. Sinauk Toja, calon mertuanya, juga menyampaikan kepada Batara Guru Sang Manurungnge, "Nanti kalau kamu sudah tenang dan betah tinggal di Bumi, barulah kami mengirim sepupu sekalimu naik ke Bumi untuk kau jadikan sebagai permaisuri."

Sudah tidak terasa lagi tubuh Batara Guru diperjalankan naik ke Bumi. Hanya dalam sekejap saja, sudah tiba kembali ke Bumi. la tiba di tengah hutan belantara. Setelah beristirahat sejenak, barulah ia masuk berbaring kembali di pesawat bambu betung tempat tidurnya. Batara Guru berbaring sambil menutup kepala dan kakinya dengan kain biru langit yang bertatahkan bulan. Suasana hatinya pun belum berubah. la masih diliputi rasa sedih dan tetap dilanda kerinduan kepada saudara-saudaranya. Juga lebih diperparah oleh rasa rindunya kepada Ibunda Ratu yang melahirkannya.

Waktu terus .berjalan dan sudah sembilan hari ia berada di Bumi dalam keadaan menyedihkan. Tidak satu pun makanan yang melewati kerongkongannya. Ketika malam telah larut, Batara Guru tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dia lalu duduk termenung di atas bambu betung tempatnya berbaring. Saat itu dia sangat sedih merenungi nasibnya dan kembali rindu kepada Boting Langi. Bagaikan hilang kesabarannya mengenangkan adik-adiknya demikian dicintai dan mencintainya. Pada saat itu, berpalinglah Sang Manurung sambil menggerutu mencucurkan air mata kerinduannya kepada langit, kepada orang tua mulianya. lengkapnya, saya khawatir nanti dia lupa diri dan tidak mau menyembah ke Boting Langi. Kalau sekiranya ia durhaka kepada kita, maka ia akan tersiksa, memyebabkan dia tenggeiam dan pendek umur."

"Biarkanlah dahulu wahai adinda Ratu Palinge, kita turunkan tujuh oro dan tujuh buah kampak untuk dipakai merambah hutan. Biarkanlah dahulu dia berusaha sendiri. Dia bisa hidup dengan menanam jagung dan gandum. Setelah ia lolos dari cobaan dengan tabah, barulah kita turunkan warisan lengkapnya dari Kerajaan Boting Langi." Setelah ucapannya selesai, Patotoe kemudian kembali duduk dengan tenang di samping istri kesayangannya.

Pada saat selesai mendengar perkataan Paduka suaminya, Mutia Unruk dengan berat hati kemudian berkata, "Yang aku inginkan adalah Sang Dewata Patotok, segera mengirimkan pusaka lengkap Batara Guru sebab sangat pilu rasa hatiku mendengar anakku mengeluh di pusat Bumi." Setelah menyampaikan harapannya, "sang tuhan penentu nasib" (bukan Allah Swt., melainkan dewa yang dipertuhankan, Editor.) bersama dengan permaisuri Palinge kembali diam dan suasana pun kembali hening. Tidak ada suara dan juga tidak ada dialog di antara mereka berdua.
Advertisemen

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
© Copyright 2017 Ishak - All Rights Reserved - Distributed By Artworkdesign - Created By BLAGIOKE Diberdayakan oleh Blogger