Kematianlah Yang Menjadi Pemisah Antara Aku Dan Rabb-ku -->
"membaca dan menulis adalah caraku untuk melupakan segala kecamukan kesedihan didalam hati"

Lahirlah Lalu Lahirlah Putraku Sayang

Advertisemen


15)      Lahirlah Lalu Lahirlah Putraku Sayang

Seketika itu pula tidak terasa lagi diri Batara Guru telah diperjalankan turun ($e Bumi. Sesampainya di istana manurung Ale Luwuk, didapatinya onggokan padi di pematang. Dia lalu kembali ke istana dan ternyata Sangiang Serri ikut membawa dirinya memasuki istana. Batara Guru masih dalam suasana rindu akibat perpisahannya dengan kedua orang tuanya. la terus mengenang perjalanannya ke Kerajaan Langit. Juga ia memikirkan bahwa pelangi yang dilalui menemui Patotoe telah digantung di sudut langit sehingga dia tidak mungkin lagi menemui orang tuanya di Kerajaan Langit.

Tujuh malam setelah Batara Guru kembali dari Karajaan Langit, We Lele Ellung pun tidak datang bulan. Dan ketika usia kandungan We Lele Ellung mencapai lima purnama dipanggilkanlah dukun kerajaan untuk mengurutnya. Tiga bulan lamanya diurut barulah tiba' saatnya melahirkan dan setelah anaknya lahir selamat, maka bertanyalah Batara Guru kepada Sang Dukun, "Apakah laki-laki atau perempuan putraku itu?"

Setelah mendengar perihal pertanyaan Paduka Batara Guru, maka Sang Dukun lalu menyembah seraya berkata, "Anak tuan seorang lelaki penyabung, pembunuh ayam." Dengan sangat gembira Batara Guru lalu menyampaikan bahwa mudah-mudahan selamatlah hidup anak raja itu. la akan memberi nama La Pangoriseng yang akan mewarisi Kerajaan Takkebiro dan mengatasnamakan wilayah Kawu-Kawu.

Tiga bulan, lahirnya La Pangoriseng, sudah hamil lagi We Saung Nriu. Setelah kandungannya berusia lima bulan atau lima purnama, maka dipanggangkanlah ratusan ekor kerbau cemara. Dipanggilkan pula dukun kerajaan untuk mengurut perut serta merawatnya, dan dua bulan kemudian melahirkanlah We Saung Nriu. Berpalinglah Batara Guru menanyakan anaknya, "Apakah anaknya laki- laki atau perempuan?"

Seraya menyembah, menjawablah dukun itu, "Lelaki kembar yang dilahirkan We Saung Riu." Dengan senang hati Batara Guru Sang Manurung seraya berdoa mudah- mudahan selamat kehidupan kedua bayi raja itu. Batara Guru kemudian menyampaikan bahwa yang sulung dinamai La Temmallureng Mase-masena dan diberi warisan kerajaan di Senrijawa, sedangkan yang bungsu dinamai La Temmalolo Lalo Elokna dan diberi warisan kerajaan di Larompong dan mengatasnamakan daerah Lamunre.

Setelah tiga bulan usia La Temmalureng, maka tiada haid atau hamil pula Apung Talaga. Setelah lima purnama usia kandungannya, dipanggilkanlah dukun kerajaan, dan dua bulan kemudian melahirkanlah seorang bayi laki-laki. Setelah mengetahui perihal bayi bangsawan tersebut, maka menghadaplah Sang Dukun seraya menyembah dan menyampaikan kepada Batara Guru perihal putranya.

Dengan gembira berkata Manurungnge, mudah- mudahan selamat bayi raja itu. Batara Guru selanjutnya mengumumkan bahwa bayi bangsawan itu dinamainya La Lumpongeng. Sebulan saja setelah lahir  I La Lumpongeng, sudah tidak haid pula Tenritalunruk yang dinaikkan dari Kerajaan Dunia Bawah untuk turut membantu permaisuri adik sebayanya We Nyilik Time. Semakin bahagia perasaan dalam hati Batara Guru meskipun kebahagian itu belum sepenuhnya terwujud.

Ketika usia kandungannya mencapai lima purnama dipanggangkanlah ratusan ekor kerbau serta diawasi oleh dukun kerajaan. Setelah kandungannya berusia tujuh bulan, maka lahirlah pula bayi bangsawannya. Batara Guru lalu menanyakan laki-laki atau perempuan. Seraya menyembah, Sang Dukun memberitahu bahwa lelaki bayi bangsawan yang dilahirkan Tenritalunruk. Selanjutnya, Batara Guru Sang Manurung berdoa mudah-mudahan selamat bayi raja itu. la lalu mengumumkan bahwa bayi itu dinamai La Pattaungeng dan diberinya warisan kerajaan Malaka dan mengatasnamakan wilayah Matana.

Tiga tahun lahirnya La Pangoriseng sudah hamil Apung Ritoja pendamping mulia Sang Ratu yang dinaikkan dari Kerajaan Dunia Bawah. Tujuh purnama kemudian melahirkanlah seorang bayi perempuan yang dinamai We Temmaraja. Setelah mengetahui kelahiran bayi bangsawannya, maka diumumkanlah bahwa bayi bangsawannya We Tenrijawa diberinya warisan Kerajaan Manaung. Dengan senang hati juga Batara Guru berkata, "Meskipun saudaraku menjadi         Ale Luwuk, namun ia dapat mengambil upeti rakyatku sebab dialah anak perempuanku."

Baru lima belas hari lahirnya We Temmaraja, sudah hamil pula We Saung Riu dan tujuh purnama kemudian melahirkanlah kembali seorang bayi laki-laki yang dinamai La Tenriempeng. Setelah mengetahui kelahiran bayi bangsawannya, maka Batara Guru menyampaikan kepada keluarga istana bahwa putranya La Tenriempeng diberi warisan Kerajaan Riburawung dan mengatasnamakan Mata Solok.

Tujuh malam setelah lahir La Tenriempeng sudah hamil lagi We Lele Ellung dan tujuh purnama kemudian melahirkanlah kembali seorang bayi laki-laki yang dinamai La Temmaukkek. Pada saat itu pula Batara Guru mengumumkan bahwa anaknya yang baru lahir menerima warisan Kerajaan Toddang Mpellek dan mengatasnamakan Uluongeng. Setelah kelahiran anak-anaknya dari beberapa orang selir Batara Guru, menyebabkan ia harus membagi beberapa wilayah kerajaannya di Bumi. Meskipun demikian, kebahagiaannya belum sepenuhnya tercapai sebab Permaisuri We Nyilik Timo belum jua dikaruniai kehamilan hingga saat itu.        

Pada saat anak-anak bangsawannya mencapai usia tiga tahun, maka La Pangoriseng, La Temmallureng, La Temmallollong, I La Lumpongeng sudah tidak mau lagi tenang di dalam istana. Mereka bersaudara selalu mau bermain-main bersama di luar. Alam di sekitar istana manurung yang sejuk dan damai menyebabkan mereka ingin menikmatinya. Mereka ingin bebas menikmati alam tanpa terkungkung di bilik-bilik istana.

Ketika suasana istana ramai oleh para anak bangsawan, kini hamil iagi Apung Talaga. Setelah ia dirawat oleh Dukun istana, usia kandungannya pun telah mencapai tujuh bulan. Tidak lama kemudian, melahirkanlah kembali seorang bayi laki-laki. Anak bangsawan tersebut oleh Batara Guru dinamai La Sappe llek, bersamaan dengan kelahiran itu Batara Guru Sang Manurung pun mengumumkan bahwa warisan kerajaan Marawennang yang mengatasnamakan Ussuk diserahkan nanti kepada putranya La Sappe llek.

Lima bulan kemudian sudah hamil pula Tenritalunruk putri pendamping mulia pribadi Ratu We Nyilik Timo yang dikirim dlari Kerajaan Dunia Bawah. Ketika usia kandungannya mencapai lima bulan dipanggilkanlah dukun kerajaan merawatnya. Hanya dua bulan tuan putri dalam perawatan melahirkanlah seorang bayi.

Bertanyalah Batara Guru kepada Sang dukun, "Lelaki atau perempuan anakku." Seraya menyembah, menjawablah Sang dukun, "Lelaki yang dilahirkan." Dengan gembira Batara Guru Sang Manurung mengatakan bahwa kuberi dia nama La Tenrioddang, yang akan mewarisi negeri Lenrang-lenrang dan juga mengatasnamakan Mengkokak. Tujuh bulan setelah lahir La Tenrioddang dinaikkanlah dia pada ayunan tali keemasan bersama La Tenriempeng, La Tenrisinrang, To Sese llek, dan La Tenrioddang.

Tujuh tahun setelah lahir La Pangoriseng, maka dibuatkanlah upacara pijak tanah, lalu dibawa ke ujung jalan. Putra bangsawan tersebut lalu berjalan-jalan mengunjungi gelanggang dan belajar menyabung ayam. Pada saat yang bersamaan dengan upacara pijak tanah La Pangoriseng, juga diikutsertakan La Temmallollong, La Temmallureng, I La Lumpongeng, La Pattunereng, dan Pamadeng Lette.

Sejak anak-anak selesai acara pijak tanah, sudah tidak tenang tinggal di istana La Pangoriseng bersaudara. Tiada lain yang mereka kerjakan kecuali datang berkumpul di gelanggang di bawah pohon asam menyabung ayam andalannya masing-masing. Setiap hari Batara Guru senang melihat dari balik jendela istana anak-anaknya asyik bermain sabung ayam.
Advertisemen

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
© Copyright 2017 Ishak - All Rights Reserved - Distributed By Artworkdesign - Created By BLAGIOKE Diberdayakan oleh Blogger