Advertisemen
SAJAK
TANPA JUDUL
Oleh: Ishak Ashari
Inilah kata-kataku yang pertama
Bahwa daerah ini sudah tertinggal sudah terbalut api
ketidak adilan
Sangat jauh, jauuh dari relevansi kedamaian
Pastinya tenggelam dari kata sejahtera
Yah,
Guru yang tengah sibuk menceritakan kehebatannya
Murid
yang sudah meninggalkan kesopanannya
Anjing
jalanan yang tengah sibuk merampas rakyatnya
Sedangkan
politik rakus tengah asik beronani nikmat seni politiknya
Matahari terbit, fajar tiba
Daku melihat jutaan
kanak-kanak dan remaja berpendidikan
tapi jauh dari pribadi etika dan kesopanan,
ku melihat kabal membentang melintang sampai kepelosok
desa
sayangnya, itu hanya menjadi perhiasan yang tidak
bermakna.
Matahari
terbenam, bulan terlihat tersenyum diatas sana
Nusantara
ini kaya nan subur SDA
Lautan,
pegununga, serta perdangan sangat memadai.
Apatalagi,
jika malam tiba insan kerdil melangkah
dengan secerca lentera, percikan cahaya
kunang-kunang.
Pemuda
belajar dengan redup sepenggal cahaya lilin, terbatasi oleh ruang dan waktu
Wahaii
penguasaaa, liriklah merekaa…
Dulu, WS. Rendra dan Widji Thukul melihat
Bahwa rakyat dipaksa menjual tanah dengan harga murah.
Di Era ini , terlihat jelas
Rakyat dirampas, dirampok, diperas, ditilang dengan
uang berjuta-juta
Sampai tulang-belulang membeku
Sajak
yang terakhir, pamplet dimasa darurat
“Berapa
harga nyawa dinegeri ini.?
Apalah
artinya renda-renda kesenian, jika terpisah dari derita lingkungan.?
Apalah
artinya berfikir, jika terpisah dari persoalan kehidupan.?
Apalah
artinya pelajar jika tidak berefek positif pada daerah.?
dan
apalah artinya pemerintah, jika tidak mampu menangani masalah rakyatnya.?”
Pada saat ini, pada detik ini
KEPADAMU AKU BERTANYA… (jum’at, 19 mei 2017) (rev I :
rabu, 2 agustus 2017)
Advertisemen