Advertisemen
Tentang
Menulis, Tekanan Dan Beban
Sebenarnya ada perasaan
cemas yang aku alami sejak beberapa hari yang lalu tergabung dalam kelas
menulis id. Seakan ada beban akan tugas-tugas menulis yang diberikan nanti. Dan
betul, hari ini aku harus berfikir keras tentang apa yang mesti menjadi bahan
tulisan yang bisa mencapai 150 kata. Iya, tugas pertamaku dalam kelas ini.
Tadi aku bilang ini
beban dan perkataan itu tidak main-main. Padahal untuk menjadi seorang penulis
yang profesional maka kita harus menulis dengan ketulusan hati dan jika perlu
kita harus mengganggap menulis itu adalah pekerjaan atau bahkan hobi yang bisa
dilakukan kapan saja. Begitu kan?.
Tapi sebelum membahas
lebih jauh, aku akan berkata jujur bahwa sudah ada beberapa kelas menulis
yang aku jalani sebelum memenjarakan diri dalam kelas menulis id ini. Namun sayangnya,
dari beberapa kelas itu aku belum menemukan jawaban dari sesuatu hal yang
kuinginkan. Yakni bermula dari pertanyaaan “Bagaimana cara menulis sehingga
bisa jadi buku?,” dan ini jelas sudah menjadi pertanyaan dasar
ketika kita masuk dalam kelas menulis. Lantas yang aku dapatkan dari pertanyaan
tersebut kebanyakan hanyalah motivasi, “Kita harus semangat dalam menulis. Kita
harus punya prinsip dulu baru menulis. Kita harus tahu dulu apa tujuan kita
menulis.” Iya, selalu dan selalu kalimat itu muncul tanpa memberikan trik atau
cara jitu untuk menulis. Yang kuinginkan berilah saya ramuan yang bisa kuminum
agar menulis tidak kujadikan beban, berilah aku ramuan manjur agar aku bisa mencintai
pekerjaan menulis layaknya cintanya juliet terhadap romeo atau cintanya majnun
terhadap laila.
Aku merasa bahwa
menulis itu adalah tekanan yang menjadi beban dalam pikiranku. Padahal, aku ingin
sekali menjadi penulis hebat dengan segala maha karya, aku ingin sekali menjadi
penulis dengan bentuk syair yang luar biasa. Aku ingin mengalahkan tulisan
terpanjang seperti Mahabrata dan jika perlu aku juga ingin bersaing dengan
penulis naskah I Lagaligo. “Mampukah aku?.” Semoga pertanyaan ini terjawab
positif didalam kelas menulis id. (Ishak Ashari)
Advertisemen